Selasa, 22 Januari 2013

Pernikahan Bisa Batal akibat Penyakit ini


Jatuh cinta diyakini sebagai bagian dari takdir oleh kebanyakan manusia. Namun tetap saja, mereka berpikir bila menikah adalah pilihan sulit yang harus ditempuh. Selain karena faktor mental individu, banyak faktor lain yang menyebabkan hal ini.

Pernikahan yang akan dilaksanakan sekalipun tetap mempunyai kemungkinan untuk gagal. Salah satunya adalah bila kedua calon pengantin membawa gen thalasemia.

Menurut dr M. Nurhadi Rahman, thalassemia adalah penyakit genetik. Apabila kedua calon pengantin merupakan pembawa gen (carrier) maka beberapa dokter menganjurkan agar pernikahan dibatalkan.

Alasannya, jika sudah ketahuan sama-sama carrier thalassemia tapi tetap ngotot menikah, dikhawatirkan dampaknya akan dirasakan oleh keturunan mereka, kecuali jika hanya salah satu pihak saja yang diketahui sebagai carrier. Setidaknya thalassemia minor masih tak perlu terlalu dikhawatirkan bila dibandingkan dengan thalassemia mayor.


Namun berdasarkan pengalaman dokter yang berpraktik di RS Sardjito dan Jogja International Hospital ini, penyakit yang tak dapat disembuhkan tersebut tak sepenuhnya menghalangi pasangan untuk membatalkan pernikahannya. Karena sebenarnya peluang keturunan dari calon pengantin ini untuk menderita thalassemia mayor (jika kedua orang tua adalah carrier) hanyalah sebesar 25 persen.

"Tapi pasangan berani nggak mengambil risiko yang 25 persen itu? Ya asalkan setelah check-up pasangan mau dikonseling secara teratur dan tahu kondisi yang akan dihadapi anaknya mungkin penanganan dini dapat diupayakan," ujar dr Nurhadi.

"Kalaupun sudah dikonseling terus, belum tentu anak pertama yang pasti kena thalassemia. Bisa jadi anak kedua atau ketiga dan seterusnya. Yang jelas risiko itu pasti ada," lanjutnya.

Hanya saja karena kecilnya angka pasangan yang menjalani cek pranikah di Yogyakarta (dalam 6 bulan kira-kira hanya ada 1 pasangan), maka penyakit semacam ini baru bisa diketahui setelah sang anak divonis mengidap thalassemia.

Ironisnya lagi, sebagian besar anak penderita thalassemia berasal dari keluarga kurang mampu. Padahal layaknya pasien penyakit ginjal yang harus cuci darah, penderita thalassemia pun harus terus menjalani transfusi darah setiap 2-3 minggu sekali sepanjang hidup mereka. Hal itu tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Ada juga penyakit atau gangguan kesehatan lain yang dapat mempengaruhi rencana pernikahan pasangan misalnya infeksi tokso, rubella dan CMV.

"Kalau tokso, dari 100 orang mungkin hanya 3 orang yang mengidap infeksi semacam ini. Tapi sekali lagi apa mau jadi yang 3 persen itu? Padahal kalau kena infeksi dari virus kayak tokso itu anak kan bisa keterbelakangan mental. Begitu juga kalau anak kena rubella, mereka bisa tuli, bisu," ungkap dr Nurhadi.

Jika hal ini diketahui lewat cek kesehatan pranikah, pernikahan masih bisa dilakukan. Hanya saja setelah menikah, hubungan seksual lebih baik dilakukan dengan menggunakan kondom atau alat kontrasepsi lainnya untuk mencegah kehamilan.

"Yang penting jangan hamil dulu. Setelah sembuh, baru bisa hamil," sarannya.

Begitu pun halnya dengan penyakit kelamin. Uniknya, dr Nurhadi justru banyak menemukan kasus pasangan yang batal menikah karena salah satu pasangan ketahuan memiliki penyakit ini.

"Padahal penyakit kelamin kan pasti diperoleh dari hubungan seksual, nggak mungkin dari makanan atau sumber lainnya. Jadi akhirnya timbul kecurigaan darimana calon pasangan memperoleh penyakit itu dan pernah berhubungan seksual dengan siapa saja," tutur dr Nurhadi.

Kendati bisa disembuhkan, rata-rata pasangan jadi enggan meneruskan rencana pernikahan setelah salah satu pihak terbukti mengidap penyakit kelamin.

Sayangnya untuk kasus penyakit HIV, hingga kini dr Nurhadi belum menemukan laboratorium atau rumah sakit yang menyediakan tes darah untuk HIV dalam paket cek kesehatan pranikah.

"Ya kalau mau tahu harus nambah check-up sendiri, untuk HIV-nya," tukasnya.

dr Nurhadi menambahkan calon pengantin di Yogyakarta dapat memperoleh paket cek kesehatan pranikah di sejumlah tempat seperti laboratorium Prodia dan Hilab, termasuk Jogja International Hospital dimana dr Nurhadi bertugas.

Referensi

About Us :
Avasindo adalah weblog kesehatan yang juga mempromosikan metode pengobatan Avasin Al-Kay di Indonesia. Avasin Al-Kay sendiri adalah sebuah metode pengobatan alami yang dilakukan oleh para dokter professional. Hal ini dilakukan karena para penemu pengobatan Avasin Al-Kay tidak ingin pengobatan Avasin Al-Kay dipraktekan oleh pihak yang belum memahami dasar-dasar ilmu kedokteran.

Praktisi Avasin Al-Kay disebut juga sebagai Avasinolog. Untuk menjadi seorang Avasinolog, terlebih dahulu harus lulus pendidikan kedokteran dan memperoleh izin praktek dokter. Setelah itu, wajib mengikuti kursus keahlian selama setidaknya dua tahun.

About Avasin Al-Kay :
Avasin Al-Kay dikenal dunia sebagai Indonesian Acupunture. Sebuah metode pengobatan tanpa operasi. Terbukti dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, mulai dari autis, tumbuh kembang, kemandulan, kanker, stroke dan berbagai macam penyakit lain yang pada dasarnya sulit untuk disembuhkan.

Berikut ini alamat praktek Dokter Avasinolog yang berhasil Avasindo himpun.

Wilayah Bandung dan sekitarnya :

Dr. Adang Sudrajat MM. AV.
Apotek Assyifa 3
Jl. Venus Barat no.11A
Komp. Metro - Margahayu Raya
Bandung - 40286
No. Telpon :
022 9202 9778
022 7561 703
081 1220 843

Tidak ada komentar:

Posting Komentar